Beberapa tokoh nasional menyikapi janji kemerdekaan Perdana Menteri Koiso dengan beberapa cara. Salah satu cara tokoh nasional menyikapi janji kemerdekaan tersebut adalah

Jawabannya yaitu
Pemimpin generasi muda menginginkan pernyataan kemerdekaan yang dramatis dan keluar dari bayang-bayang pemerintah pendudukan Jepang. Namun, tak seorang pun dari mereka berani bergerak tanpa Sukarno dan Hatta di sisi mereka. Hal ini bisa dipahami mengingat posisi Sukarno dan Hatta waktu itu begitu sentral dan kharismatik, tak hanya bagi kebanyakan orang Indonesia, tetapi juga di hadapan para tentara Jepang

Pembahasan :
Ketika pertama datang ke Indonesia pada 1942, Jepang menampilkan diri sebagai “saudara tua” yang akan membebaskan Indonesia dari imperialisme Barat. Rakyat Indonesia yang awalnya menyambut Jepang dengan gembira, belakangan tertipu. Jepang hanya memanfaatkan Indonesia untuk kepentingan perangnya. Pada tahun 1944, posisi Jepang dalam perang makin terdesak oleh Sekutu, sehingga Jepang berusaha meraih dukungan dari rakyat Indonesia. Selain membentuk berbagai organisasi dan menggaet tokoh nasional, Jepang juga memberikan janji kemerdekaan yang dikenal dengan Janji Koiso.

Janji Koiso adalah pernyataan yang disampaikan Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso. Sejarah mencatat, tanggal 12 Agustus 1945, Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia yang disampaikan kepada Sukarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wediodiningrat di Dalat, Vietnam.

Jepang mulai mengalami banyak kekalahan di front Pasifik dalam menghadapi Sekutu. Juni 1944, Angkatan Laut Jepang kalah dalam pertempuran di Laut Filipina. Satu bulan kemudian, mereka kehilangan pangkalan angkatan laut di Saipan (Kepulauan Mariana), yang berakibat pada terjadinya krisis kabinet di dalam negeri. Perdana Menteri Tojo (1941-1945) meletakkan jabatannya. Ia digantikan oleh Jenderal Koiso Kuniaki (1944-1945).

Menyikapi kekosongan kekuasaan tersebut, terjadilah silang pendapat yang tajam antara golongan tua dan muda. Sukarno, Hatta, dan generasi tua lainnya ragu-ragu dalam menyikapi kekalahan Jepang. Mereka takut memancing konflik lebih jauh dengan pihak Jepang yang nantinya berakibat pada pertumpahan darah yang tak berkesudahan. Selain itu, Sukarno dan Hatta juga masih terikat janji dengan Jepang ketika mereka pergi ke Vietnam untuk dilantik sebagai ketua dan wakil ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Jadi dapat disimpulkan salah satu cara tokoh nasional menyikapi janji kemerdekaan tersebut adalah dari Pemimpin generasi muda menginginkan pernyataan kemerdekaan yang dramatis dan keluar dari bayang-bayang pemerintah pendudukan Jepang.